Chipset Wimax Karya Anak Bangsa

Tak sia-sia. Sona CT x001 kini sudah didaftarkan untuk mendapat paten di Indonesia. Upaya “mencetak” ilmuwan dan mengaplikasikan teknologi baru juga dilakukan Eko Fajar Nurprasetyo dan Eniya Lestiyani Dewi. Eko Fajar menyelesaikan program strata satu hingga tiga di Kyushu University, Jepang. Pada 2001, dia memperoleh gelar doktor di bidang ilmu komputer dengan disertasi “Research on Soft-Core Processors for Embedded System Design”. Kemudian dia bekerja sebagai peneliti di perusahaan Sony LSI, Jepang.

Kariernya melesat. Sejak 2004 sampai 2006, Eko Fajar terpilih menjadi Distinguished Senior Engineer di Sony Semiconductor. Think tank beranggotakan 40 karyawan ini bertugas merumuskan teknologi masa depan yang harus dikembangkan perusahaan.

Dari 40 anggota, hanya Eko yang bukan warga negara Jepang. Selain itu, dia yang paling muda—ketika itu berusia 33 tahun. Pada 2006, Eko Fajar keluar dari Sony dan kembali ke Tanah Air. Pilihan yang sulit. Maklum, fasilitas yang diberikan perusahaan sangat banyak sehingga dia memiliki apartemen. Selain itu, sang istri mempunyai usaha di Negeri Matahari Terbit. Tapi dia memilih tetap pulang. Dia ingin menjaga sang bunda, karena dua saudara kandungnya tinggal di luar negeri. Eko juga ingin mendidik anak-anaknya dengan lingkungan dan kultur Indonesia. Alasan lain adalah idealisme.

“Desain semikonduktor yang saya buat cuma dinikmati orang Jepang,” kata Eko Fajar. Di sisi lain, belum ada perusahaan Indonesia yang merancang semikonduktor. Yang ada, ujarnya, hanya membuat bungkus integrated circuit (IC) atau chip. Itulah sebabnya, pada 2006 dia mendirikan Versatile Silicon Technologies di Bandung.

Perusahaan ini merupakan IC design house pertama di Indonesia. Belasan chip sudah dihasilkan untuk pasar luar negeri, mulai chip bar code record hingga untuk mengontrol power alat cukur jenggot dan komputer. Ada 40 pegawai tetap di perusahaannya.

Selain itu, Versatile Silicon Technologies menerima mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang magang atau menyelesaikan tugas akhir. Pada 2008, dia bergabung dalam perusahaan Xirka untuk membuat chip proyek Wi- MAX Indonesia. Pekan lalu, chip itu diluncurkan menjadi satu-satunya di Asia Tenggara. Chip lokal ini bakal bersaing dengan chip buatan Prancis, Amerika, Jepang, dan Taiwan.

Adapun Eniya Lestiyani Dewi, yang lahir di Magelang pada 1974, kini terus menyempurnakan motor fuel cell. Perangkat energi ini mampu menghasilkan 500 watt listrik dan dapat membawa lari sebuah sepeda motor hingga 60 kilometer per jam. Bahan bakarnya cuma 28 liter hidrogen dari tabung berukuran 20 sentimeter dengan diameter 10 cm, yang memadatkan hidrogen hingga 740 liter.

Eniya adalah perekayasa pada Pusat Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dia memimpin 40 ahli BPPT untuk proyek motor fuel cell. Pada 2003, dia masuk ke lembaga riset ini setelah 10 tahun kuliah di Departemen Kimia Terapan, Universitas Waseda, Jepang. Sebenarnya bisa saja dia menjadi pengusaha atau bekerja di perusahaan swasta. “Ketika itu BPPT membuat proyek fuel cell yang sesuai studi dan menarik perhatian saya,” kata penerima penghargaan The Japan Polymer Society 2009 dan ASEAN Outstanding Achievement Award 2006 ini.

Awalnya Eniya cuma mendapatkan dana Rp 80 juta untuk proyek tersebut. Proyek ini berhasil sehingga dana yang lebih besar mulai mengalir. Motor fuel cell yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar utamanya itu telah terkandung muatan lokal hingga 80 persen. Eniya berupaya mematenkannya. Namun, dia menilai pemerintah belum serius mengembangkan energi alternatif.

“Di Jepang, pemerintah memberikan subsidi bagi warga yang memakai energi ini,” katanya

 sumber : http://www.tempointeraktif.com

diambil dari : http://ppijepang.org

Sumber-seumber lain yang relevanm :

http://www.mediaindonesia.com/foto/6472/BJ-Habibie-Award

Pakar “chipset” Indonesia, Dr Eko Fajar Nurprasetyo mengatakan Indonesia dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang akan dapat memproduksi chipset sendiri secara massal.

Ia mengatakan bahwa untuk mewujudkan semua itu dirinya kembali ke Indonesia dan ingin membuat industri chip di Kota Depok sehingga Depok bisa menjadi pusat industri teknologi yang juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warganya.

Peraih Penghargaan BJ Habibie Technology Award (BJHTA) 2010 tersebut mengatakan dirinya selain mendesain chip untuk wimax, juga mendesain chip untuk server, untuk signal, untuk processing, dan untuk scanner.

Eko merupakan warga Depok yang sebelumnya telah berjaya di sebuah perusahaan semi konduktor Sony LSI di Jepang dan kini telah kembali ke tanah air untuk dan memulai usaha dibidang pembuatan desain chip di bawah logo Versatile Silicon Technology.

Perusahaan itu merupakan perusahaan desain IC pertama di Indonesia yang dirintis bersama bersama beberapa temannya dari ITB. Pada 2008 ia bergabung dengan Xirka perusahaan satu-satunya di Asia Tenggara yang mendesain chip untukwimax.

Untuk mendukung industri chipset di Depok, Eko meminta dukungan Wali Kota Depok untuk bekerjasama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk membuat kurikulum yang berkaitan dengan industri dan teknologi.

Menanggapi akan dikembangkan industri chip di Kota Depok, Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail, mendukung penuh usaha yang dilakukan Eko. “Sangat cocok sekali membuka industri teknologi di Depok karena Kota Depok memiliki banyak perguruan tinggi yang berkompeten,” katanya.

Nur Mahmudi sangat bangga dan bersyukur karena memiliki warga yang sangat potensial dan mempunyai keahkian dalam teknologi tinggi. “Saya ucapkan selamat dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas prestasi yang telah diraih,” ujarnya.

Ia berharap ilmu dan kemampuan yang dimiliki bisa dikembangkan di Depok dengan membuat sebuah industri dan mengembangkan teknologi chip, sehingga bisa menyerap tenaga kerja warga Depok dan Depok bisa menjadi pusat teknologi.

Sumber: Republika 

Artikel Koran :

Tentang alfanpresekal
Mahasiswa Teknik Komputer - Universitas Indonesia

Tinggalkan komentar